Uji Kompetensi Keahlian (UKK) merupakan penilaian yang diselenggarakan khusus bagi siswa SMK untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik yang setara dengan kualifikasi jenjang 2 (dua) atau 3 (tiga) pada KKNI. UKK dilaksanakan di akhir masa studi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi atau satuan pendidikan terakreditasi bersama mitra dunia usaha/industri. Hasil UKK bagi peserta didik akan menjadi indikator ketercapaian standar kompetensi lulusan. Sedangkan bagi stakeholder hasil UKK dijadikan sumber informasi atas kompetensi yang dimiliki calon tenaga kerja.
Materi UKK disusun berdasarkan skema sertifikasi sesuai dengan jenjang kualifikasi peserta uji/asesi yang memuat kemampuan melaksanakan pekerjaan spesifik, operasional, dan/atau penjaminan mutu. Soal UKK dapat berbentuk penugasan atau bentuk lain yang dinilai secara individual untuk membuat suatu produk sesuai tuntutan standar kompetensi.
Perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia tidak terlepas dari peran bahan tanam yang digunakan oleh para pelaku usaha perkebunan kelapa sawit. Bahan tanam unggul kelapa sawit merupakan modal dasar untuk mencapai produktivitas dan mutu minyak sawit yang tinggi. Kontribusi biaya bahan tanam terhadap total biaya produksi sampai dengan menghasilkan umumnya relatif kecil yaitu sekitar 5 % (Pardamean, 2017), tetapi apabila salah dalam memilih benih maka dampaknya sangat besar terhadap keberhasilan budidaya kelapa sawit dalam jangka panjang sebab penggunaan benih tidak bermutu dapat mengakibatkan penurunan produktivitas sampai 50 %. Pemilihan bahan tanam kelapa sawit dengan kualitas unggul dapat menjamin tingkat produksi yang stabil untuk masa ekonomi selama 25 tahun.
Varietas unggul kelapa sawit diperoleh dari hasil persilangan tetua Dura dan Pisifera yang akan menghasilkan varietas D x P hibrida atau yang dikenal dengan Tenera. Karakter unggul varietas kelapa sawit dapat dilihat dari mutu genetis (potensi hasil tinggi), mutu fisiologis (daya tumbuh), dan mutu morfologis (keseragaman dan higienitas benih). Proses mendapatkan varietas unggul kelapa sawit membutuhkan waktu yang cukup lama melalui proses yang sangat panjang untuk menjamin kualitas benih yang dihasilkan.
Tetapi sayangnya peningkatan kebutuhan akan bibit ini tidak diimbangi dengan ketersediaan kecambah kelapa sawit di dalam negeri. Kondisi tersebut lantas mendorong pemerintah untuk mengimpor benih sawit dari luar negeri seperti Malaysia, Papua Nugini, dan Kostarika. Masalah muncul ketika terdapat oknum yang ingin mencari untung sebanyak-banyaknya dengan memproduksi kecambah sawit secara asal-asalan tanpa memperhatikan kaedah yang benar. Alhasil, kecambah yang dihasilkan memiliki kualitas yang tak terkontrol dan jenisnya pun tidak dapat diketahui.